Banjir Samarinda Tak Pernah Usai, Warga Tenggelam, Janji Politik Mengambang Terbawa Arus Banjir
SAMARINDA — WARTA POLRI | Setiap kali musim hujan tiba, Kota Samarinda kembali tenggelam. Air bah menggenangi jalan-jalan utama, menembus kawasan pemukiman, hingga merendam rumah warga yang telah puluhan tahun tinggal di ibukota Kalimantan Timur ini. Ironisnya, bencana ini bukan lagi sekadar akibat cuaca ekstrem atau keterbatasan drainase kota, tapi diduga kuat merupakan buah pahit dari aktivitas tambang batubara yang merajalela dan tidak terkendali. Minggu,21/9/2025.
Di berbagai sudut kota, khususnya wilayah pinggiran dan dataran rendah, genangan air setinggi lutut hingga pinggang manusia telah menjadi pemandangan rutin. Tak hanya merusak infrastruktur, banjir ini juga memutus akses jalan, menghentikan aktivitas ekonomi, serta mengancam keselamatan warga. Masyarakat Samarinda pun sudah bosan, muak, dan lelah dengan janji-janji kosong yang selalu dilemparkan oleh para pemimpin daerah setiap musim politik tiba.
“Tiap tahun begini terus, kami capek. Pemerintah cuma datang saat mau kampanye, habis itu hilang entah ke mana. Mana solusinya,” keluh Amad, warga Jalan Pemuda, Samarinda, yang rumahnya kembali terendam banjir pekan lalu.
Aktivitas tambang batubara yang masif di sekitar Samarinda diduga menjadi salah satu faktor utama penyebab banjir tahunan. Lubang-lubang bekas galian tambang yang tidak direklamasi menyebabkan air hujan tidak dapat meresap ke dalam tanah. Akibatnya, volume air permukaan meningkat tajam dan mengalir liar ke dataran rendah melewati jalan raya, merusak saluran air, dan menghantam permukiman warga.
Berbagai organisasi lingkungan dan pemerhati tata ruang kota sudah berulang kali menyuarakan hal ini. Namun suara mereka seolah membentur tembok kekuasaan yang tebal dengan kepentingan.
“Masalah ini sudah sangat jelas. Banyak bekas tambang dibiarkan menganga tanpa reklamasi. Ini pelanggaran serius, tapi dibiarkan. Siapa yang diuntungkan, rakyat, Jelas tidak,” tegas salah satu aktivis lingkungan dari Wahana Bumi Kalimantan (WBK).
Tak hanya itu, data dari beberapa lembaga menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan tambang di Kalimantan Timur tidak memenuhi kewajiban reklamasi mereka. Bahkan, sebagian lubang tambang berada sangat dekat dengan pemukiman warga pelanggaran terang-terangan terhadap regulasi tata ruang dan perlindungan lingkungan.
Masyarakat Samarinda selama ini hanya dijadikan objek penderita. Alih-alih mendapat perlindungan dan solusi konkret dari pemerintah, mereka justru dicekoki dengan janji-janji manis yang selalu muncul menjelang pemilihan kepala daerah. Namun, setelah pemilu usai, suara rakyat kembali tenggelam bersama air yang terus menggenangi rumah mereka.
“Sudah puluhan kali dengar janji drainase diperbaiki, pengawasan tambang diperketat, reklamasi dipaksakan, tapi hasilnya nol besar,” ujar Lina, ibu rumah tangga yang menjadi korban banjir di daerah Sempaja.
Pemerintah Kota Samarinda dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur hingga kini belum menunjukkan langkah tegas dalam mengatasi masalah banjir secara sistemik. Tidak ada ketegasan terhadap perusahaan tambang yang melanggar. Tidak ada percepatan dalam pembangunan sistem drainase yang layak. Tidak ada tindakan konkret yang memberi harapan.
Kini, ketika tahun politik kembali mendekat, masyarakat Samarinda mulai mencium aroma kampanye yang datang bersama lumpur banjir. Spanduk mulai dipasang, janji-janji mulai dirangkai. Tapi warga Samarinda sudah terlalu kenyang dengan sandiwara ini. Mereka menuntut solusi nyata, bukan retorika murahan.
“Kami tidak butuh foto di spanduk. Kami butuh kota yang bebas dari banjir. Kami butuh pemimpin yang berani menindak tambang yang merusak lingkungan,” tegas Arman, mahasiswa Universitas Mulawarman.
Selama tambang dibiarkan beroperasi tanpa pengawasan dan reklamasi, selama pemerintah tidak berani melawan kepentingan oligarki tambang, selama janji hanya jadi alat politik lima tahunan Samarinda akan terus tenggelam.
Dan rakyat akan terus menanggung beban. Bukan hanya beban lumpur dan air, tapi juga beban pengkhianatan dari para pemimpin yang mereka pilih sendiri.@Red.