Tahanan Tewas Dianiaya di Sel Polsek Genuk, Dugaan Kelalaian Polisi Tak Bisa Ditutupi, Publik Tuntut Transparansi dan Penegakan Hukum
SEMARANG — WARTA POLRI | Tragedi kembali mencoreng institusi kepolisian. Seorang tahanan berinisial MH, yang ditahan di Polsek Genuk, Kota Semarang, dilaporkan tewas secara mengenaskan setelah diduga kuat menjadi korban penganiayaan brutal oleh sesama tahanan di dalam sel tahanan polisi. Kejadian ini memicu kemarahan publik dan mengundang pertanyaan serius soal pengawasan serta integritas aparat di balik jeruji. Rabu,24/9/2025.
Yang lebih mengejutkan, MH sebelumnya ditahan atas kasus pencabulan terhadap anak kandungnya sendiri. Namun kematian tragisnya di dalam tahanan justru menguak persoalan lain yang tak kalah mengerikan, bagaimana mungkin aksi kekerasan di dalam sel bisa terjadi tanpa sepengetahuan petugas jaga.
Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Artanto, membenarkan kejadian memilukan ini. Dalam pernyataannya, Artanto menyebut MH tewas setelah dianiaya oleh dua tahanan lain di dalam sel. Namun, ia belum memberikan rincian identitas pelaku maupun motif penganiayaan tersebut.
“Almarhum mengalami penganiayaan oleh sesama tahanan. Sehingga berakibat yang bersangkutan mengalami luka dan tewas,” jelas Artanto kepada awak media.
Pernyataan ini sontak memicu gelombang kritik tajam dari berbagai kalangan. Publik mempertanyakan bagaimana peristiwa sekeji itu bisa berlangsung tanpa terdeteksi. Apakah tidak ada kamera pengawas (CCTV). Di mana petugas jaga saat insiden berlangsung, apakah pengawasan seburuk itu, atau ada pembiaran sistematis.
Logikanya, dalam ruang tahanan yang berada di bawah pengawasan penuh kepolisian, apalagi di kantor polisi, aksi kekerasan yang sampai mengakibatkan kematian seharusnya bisa dicegah. Adalah hal mustahil jika petugas tidak mengetahui adanya perkelahian, apalagi sampai menyebabkan luka parah hingga korban menghembuskan napas terakhir.
Banyak pihak menduga kuat ada kelalaian serius bahkan potensi pembiaran oleh petugas yang berjaga saat itu. Tidak sedikit juga yang menyoroti potensi penyiksaan sistematis atau kekerasan “berjenjang” di dalam sel yang justru difasilitasi oleh ketidakpedulian aparat.
Artanto menyebut bahwa saat ini kasus kematian MH sedang ditangani oleh Bidang Propam Polda Jawa Tengah. Beberapa anggota Polsek Genuk, termasuk Kapolsek, Kanit Reskrim, pawas, hingga petugas jaga pada hari kejadian telah diperiksa.
Namun publik menilai langkah itu belum cukup. Desakan agar Kapolda Jawa Tengah dan bahkan Mabes Polri turun langsung ke lapangan kian menguat. Kematian seseorang di dalam tahanan adalah tanggung jawab penuh institusi kepolisian. Tidak bisa hanya berhenti di pemeriksaan internal semata.
Aktivis hak asasi manusia, pengamat hukum, dan masyarakat sipil menilai bahwa kasus ini harus dibuka seterang-terangnya. Siapa dua pelaku penganiayaan. Apa motif mereka dan apakah ada pemicu dari luar dan mengapa pengawasan begitu lemah.
Peristiwa ini bukan yang pertama. Kasus kematian tahanan di balik jeruji telah berulang kali mencoreng wajah institusi penegak hukum. Ironisnya, sering kali berujung pada kesimpulan yang minim keadilan dan hanya menyalahkan pelaku “sesama tahanan”, tanpa akuntabilitas institusional.
Kini, publik menuntut lebih dari sekadar klarifikasi normatif. Masyarakat menunggu tindakan nyata, transparan, dan tegas dari Polda Jateng maupun Mabes Polri. Jika tidak, maka ini akan menjadi satu lagi catatan hitam dalam sejarah kelam penegakan hukum di Indonesia.@Red.