MAFIA BBM SUBSIDI BONE, Dugaan Oknum TNI Inisial ‘F’ Jadi Dalang Pencurian Energi Rakyat
BONE — WARTA POLRI | Gelombang kemarahan masyarakat Bone semakin menguat setelah muncul dugaan kuat bahwa praktik mafia BBM subsidi di wilayah tersebut melibatkan seorang oknum anggota TNI berinisial F. Praktik ilegal ini ditengarai telah berlangsung dalam jaringan yang sistematis dan berlapis, dari tingkat lapangan hingga oknum penguasa yang seharusnya menjaga energi rakyat. Senin,29/9/2025.
Berdasarkan penelusuran sementara, modus operandi yang digunakan mirip dengan jaringan mafia yang telah terungkap di Sulsel lainnya pengisian BBM subsidi dalam jumlah besar melalui kendaraan modifikasi, pemasukan ke dalam jeriken atau tangki penampungan, kemudian disalurkan kembali ke pasar gelap dengan margin keuntungan tinggi.
Dugaan Modus yang dilakukan oknum TNI tersebut sebagai berikut.
1. Kendaraan modifikasi dan jeriken. Sumber masyarakat menyebut bahwa beberapa kendaraan bermuatan jeriken berkapasitas besar kerap terlihat keluar-masuk SPBU di Bone malam hari, membawa solar subsidi dalam jumlah yang mencurigakan. Beberapa unit truk di antaranya dimodifikasi agar bisa mengangkut lebih banyak BBM dari alokasi normal.
2. Gudang penampungan sembunyi-sembunyi. Di sejumlah titik pinggiran Bone, diduga terdapat gudang-gudang tersembunyi yang digunakan untuk menampung solar subsidi ilegal sebelum dikirim ke pembeli skala industri atau pedagang eceran non-subsidi.
3. Surat rekomendasi fiktif/dokumen palsu. Mirip temuan kasus di Sulsel lainnya, mafia BBM kerap menggunakan surat rekomendasi palsu dari dinas setempat untuk membeli solar subsidi dalam jumlah besar. SPBU yang menyalurkan solar berdasarkan dokumen tersebut tidak langsung bisa diproses sebagai pelanggaran, karena “secara administratif” tampak sah.
4. Diduga dukungan dari oknum aparat. Agar kegiatan ini berjalan mulus, unsur proteksi dari dalam institusi penegak hukum maupun militer menjadi sangat krusial. Dugaan keterlibatan “F” muncul karena sumber internal menyebut bahwa jaringan ini mendapatkan “akses istimewa” di sejumlah titik pengisian dan transportasi energi, serta tidak tersentuh ketika laporan masyarakat mulai naik ke aparat lokal.
5. Kerugian negara & dampak sosial. Karena solar subsidi yang seharusnya untuk nelayan, petani, dan sektor vital lainnya dialihkan ke pasar gelap industri, negara dirugikan secara langsung sementara masyarakat sasaran kesulitan memperoleh kuota yang layak. Potensi kerugian bisa puluhan hingga ratusan miliar rupiah, jika jaringan ini diperluas di seluruh Sulawesi Selatan.
Jika dugaan terbukti, maka oknum TNI “F” bisa dikenai sejumlah ketentuan hukum, baik dalam ranah pidana umum maupun hukum militer. Berikut sejumlah payung hukum yang potensial diterapkan.
Pasal Pelanggaran Ancaman Hukuman/Sanksi. UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (MIGAS), sebagaimana telah diubah oleh UU Cipta Kerja Pasal 55 Menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga BBM yang disubsidi pemerintah Penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp 60 miliar.
UU Nomor 22 Tahun 2001 Pasal 53 (huruf b atau c) Pengangkutan atau niaga BBM tanpa izin Dijerat pidana (alternatif). KUHP (Kitab Undang‑Undang Hukum Pidana). Pasal 55 dan 56. Keikutsertaan atau pembantu dalam tindak pidana. Dijerat sebagai pelaku tambahan/pendukung kejahatan. Pasal 480 KUHP (Penadahan). Menampung atau memperdagangkan barang hasil kejahatan (BBM subsidi ilegal).
Penjara / denda sesuai ketentuan KUHP. Kitab Undang‑Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM). Pasal terkait pelanggaran militer & disiplin Jika terbukti anggota TNI melakukan perbuatan tercela / mencoreng institusi. Sanksi militer berupa pemecatan, pemberhentian, hukuman militer, dsb (ditangani melalui jalur militer khusus). Undang‑Undang Tipikor / Korupsi (UU 31/1999 jo. UU 20/2001), Pasal 5 & Suap, gratifikasi, atau perlindungan ilegal bagi jaringan mafia BBM Ancaman pidana korupsi jika ditemukan unsur suap atau penyalahgunaan jabata Sanksi administratif / Pidana Korporasi Jika entitas usaha atau korporasi terkait ikut menikmati BBM ilegal Pembekuan izin, pencabutan izin usaha, denda korporasi.
* Untuk kasus “F” sebagai oknum TNI, proses penyidikan awal tetap harus melalui aparat kepolisian / instansi yang berwenang, namun jika memang status tersangka militer, maka pendalaman lebih lanjut bisa melibatkan pengadilan militer atau jalur disipliner militer.
* Pasal 55 UU Migas adalah pasal utama yang sering digunakan dalam kasus penyalahgunaan BBM subsidi, termasuk dalam kasus nasional maupun Sulawesi Selatan.
* Kasus yang melibatkan oknum aparat umumnya juga membuka potensi penerapan Undang‑Undang Tindak Pidana Korupsi jika ditemukan “transaksi perlindungan / suap” dalam jaringan mafia BBM tersebut.
Tantangan Penegakan & Seruan Aksi.
1. Bukti dan transparansi penyidikan. Karena jaringan mafia sering beroperasi rapi dan tertutup, penyidik harus bekerja dengan bukti elektronik (rekaman GPS, barcode pertamina, CCTV SPBU), audit forensik pertanggungjawaban dokumen rekomendasi, dan penyadapan jika perlu. Proteksi internal harus dinetralisir agar oknum “F” tidak lolos dari jeratan hukum.
2. Independensi institusi militer & kepolisian. Agar tidak muncul tuduhan “tutup mata” atau intervensi institusional, penyidikan kasus ini harus dilakukan dengan transparan dan diawasi lembaga eksternal (KPK, Ombudsman, Komnas HAM) agar kepercayaan publik tumbuh.
3. Penegakan sanksi militer & sipil bersamaan. Bila “F” terbukti, harus dijatuhkan sanksi sipil (pidana umum) dan militer (disiplin militer, pemecatan) sesuai ketentuan KUHPM, agar tidak muncul kesan impunitas terhadap anggota TNI.
4. Audit dan pengaturan ulang sistem distribusi BBM. Pemerintah pusat, melalui Kementerian ESDM dan BPH Migas, harus segera melakukan audit menyeluruh alur distribusi solar subsidi di Sulsel dan nasional, memperbaiki sistem verifikasi SPBU, barcode, dan integrasi data rekomendasi agar celah mafia lebih sulit dimanfaatkan.
5. Partisipasi publik & pelaporan aktif. Warga Bone dan Sulsel harus dilibatkan dalam pengawasan. Laporan masyarakat, tip, dan bukti foto/video bisa menjadi pintu masuk penyidikan. Media massa dan lembaga pemerhati bisa menjadi kontrol tambahan terhadap proses penegakan.@Red.