GEMPAR! Kementerian ESDM Bekukan Izin 190 Tambang Minerba, 19 di Sultra, Diduga Abaikan Kewajiban Reklamasi dan Pascatambang
SULTRA — WARTA POLRI Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengambil langkah tegas dan tanpa kompromi dengan menjatuhkan sanksi penghentian sementara izin usaha pertambangan (IUP) terhadap 190 perusahaan tambang mineral dan batu bara (minerba) di seluruh Indonesia. Keputusan ini disampaikan melalui surat resmi Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Nomor T-1533/MB.07/DJB.T/2025, yang menjadi tamparan keras bagi dunia pertambangan nasional. Selasa,30/9/2025.
Langkah ini diambil setelah peringatan demi peringatan yang diberikan pemerintah diabaikan begitu saja oleh perusahaan tambang yang terbukti tidak memenuhi kewajiban utama mereka dalam hal reklamasi dan pascatambang.
“Sudah kami kirimkan surat teguran pertama, kedua, dan ketiga. Tapi tetap saja tidak ada tindak lanjut dari pihak perusahaan. Maka dengan ini kami jatuhkan sanksi berupa penghentian sementara aktivitas tambang mereka,” tegas Tri Winarno, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara.
Dari total 190 perusahaan yang dibekukan izinnya, teridentifikasi 19 perusahaan tambang berada di Sulawesi Tenggara (Sultra), tersebar di empat kabupaten yakni Kolaka, Konawe, Konawe Utara, dan Konawe Selatan.
Langkah ini tentu menjadi pukulan telak, mengingat Sultra merupakan salah satu lumbung tambang nikel terbesar di Indonesia. Berikut daftar lengkapnya.
Kabupaten Kolaka.
* PT Dharma Bumi Kendari Konsesi 1.075 hektar
* PT Suria Lintas Gemilang Konsesi 760 hektar
* PT Wijaya Nikel Nusantara Konsesi 110 hektar.
Kabupaten Konawe Utara.
* PT Bumi Raya Makmur Mandiri 259,50 hektar
* PT Cipta Djaya Selaras Mining 634,80 hektar
* PT Duta Tambang Gunung Perkasa 138,20 hektar
* PT Geomineral Inti Perkasa 1.398 hektar
* PT Hikari Jeindo 177,70 hektar.
* PT Indra Bumi Mulia 198 hektar.
* PT Karunia Sejahtera Mandiri 569 hektar.
* PT Maesa Optimalah Mineral 1.056,38 hektar.
* PT Meta Mineral Pradana 470 hektar dan 165,5 hektar.
* PT Trised Mega Cemerlang 199 hektar.
* PT Putra Kendari Sejahtera 218 hektar.
* PT Rizqi Biokas Pratama 220 hektar.
Kabupaten Konawe Selatan.
* PT Era Utama Perkasa 1.500 hektar.
* PT Pandu Urane Perkasa 1.665 hektar.
* PT Panji Nugraha Sakti 1.883 hektar.
Kabupaten Konawe.
* PT Multi Bumi Sejahtera 166,60 hektar.
Perusahaan-perusahaan ini terbukti mengabaikan kewajiban yang sangat krusial penempatan dana jaminan reklamasi dan pascatambang. Kewajiban ini merupakan bentuk pertanggungjawaban perusahaan terhadap dampak lingkungan dari aktivitas penambangan mereka.
Hingga saat ini, Kementerian ESDM telah mengumpulkan dana jaminan sebesar Rp30 hingga Rp35 triliun dari berbagai perusahaan minerba. Dana tersebut akan digunakan untuk menjamin bahwa area bekas tambang direklamasi dan tidak ditinggalkan dalam kondisi rusak dan membahayakan lingkungan.
Namun, 190 perusahaan yang kini dibekukan izinnya diduga kuat mengabaikan aturan, sekaligus mencederai komitmen mereka terhadap kelestarian lingkungan.
Meskipun izin tambang dibekukan, ESDM tetap mengingatkan bahwa para pemegang IUP masih memiliki tanggung jawab mutlak. Mereka wajib tetap melaksanakan kegiatan pengelolaan, pemeliharaan, serta pemantauan lingkungan hidup di seluruh wilayah izin tambangnya. Tidak boleh ada pembiaran terhadap dampak lingkungan yang telah mereka timbulkan.
Tak hanya di Sultra, investigasi Kementerian ESDM juga menemukan 6 perusahaan yang terafiliasi atau memiliki operasi di luar wilayah Sultra. Berikut daftarnya.
* CV Indah Sari Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara.
* PT Ratok Mining Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara.
* PT Bumi Indonesia Bersinar Lokasi tidak disebutkan.
* PT Karya Usaha Aneka Tambang Solok Selatan Indonesia Solok Selatan, Sumatera Barat.
* PT Mineral Sukses Makmur Sumatera Barat.
* PT Tambang Sungai Suir Dharmasraya, Sumatera Barat.
Langkah ESDM ini seharusnya menjadi sinyal keras bagi semua perusahaan tambang bahwa era pembiaran sudah selesai. Publik, khususnya masyarakat di sekitar wilayah tambang, harus mengawal dan memastikan agar sanksi ini tidak hanya formalitas administratif semata, tapi benar-benar berdampak pada perubahan perilaku industri tambang. Kini, bola ada di tangan perusahaan benahi kewajiban, atau siap-siap dicoret dari peta industri pertambangan Indonesia.@Red.