PROYEK SILUMAN DI LINGKUNGAN PENDIDIKAN! Pembangunan Toilet SDN 005 Mehalaan Diduga Sarat Pelanggaran, Tanpa Plang, Tanpa Rincian Anggaran, Kepala Sekolah Bungkam
MAMASA — WARTA POLRI | Dunia pendidikan kembali tercoreng oleh praktik yang diduga kuat sarat pelanggaran dan penyimpangan anggaran. Kali ini, sorotan tajam tertuju pada proyek pembangunan toilet di lingkungan SDN 005 Mehalaan Mamasa, Sulbar yang diduga merupakan “proyek siluman” karena tidak adanya plang proyek, tidak tercantumnya anggaran, dan lemahnya transparansi informasi kepada publik. Sabtu,4/10/2025.
Pembangunan toilet yang tengah berlangsung di lingkungan SDN 095 Mehalaan, Kecamatan Mehalaan, Kabupaten Mamasa, Sulbar tersebut menimbulkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat, terutama para penggiat transparansi publik. Pasalnya, proyek ini dikerjakan tanpa papan informasi proyek, yang semestinya mencantumkan jenis kegiatan, nilai anggaran, sumber dana, pelaksana proyek, serta jangka waktu pelaksanaan.
Menurut penelusuran awak media di lapangan, proyek toilet ini sudah berjalan selama beberapa minggu, namun tidak satu pun informasi formal mengenai kegiatan tersebut dipasang di area proyek, sebagaimana diamanatkan oleh regulasi yang berlaku.
Saat dikonfirmasi langsung oleh awak media melalui sambungan telepon, Kepala Sekolah SDN 005 Mehalaan, Kecamatan Mehalaan, Kabupaten Mamasa, Sulbar memberikan jawaban yang mengundang lebih banyak kecurigaan daripada kejelasan. Saat ditanya mengenai besaran anggaran, sumber dana, hingga siapa pelaksana kegiatan, Kepala Sekolah menyatakan bahwa dirinya tidak mengetahui rincian tersebut.
“Saya tidak tahu pasti berapa anggaran proyek itu, karena katanya itu bantuan dari pusat, dari Transmigrasi Jakarta. Tapi saya juga tidak pegang data rincinya,” ujar Kepala Sekolah kepada media.
Ketika diminta klarifikasi lebih lanjut terkait siapa yang mengelola anggaran, bagaimana mekanisme pelaksanaan proyek, dan mengapa tidak ada papan proyek yang dipasang, Kepala Sekolah hanya menyampaikan bahwa itu “urusan dinas” dan dirinya hanya menerima hasilnya.
Pernyataan ini tentu sangat mencengangkan, mengingat Kepala Sekolah seharusnya menjadi penanggung jawab utama di lingkungan satuan pendidikan, termasuk dalam pengawasan kegiatan fisik yang berlangsung di sekolah.
Dalih bahwa proyek tersebut berasal dari instansi pusat, yakni Kementerian Transmigrasi (diduga maksudnya Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi) semakin memperkeruh suasana, karena pihak sekolah tidak dapat menunjukkan surat penunjukan, dokumen MoU, atau berita acara serah terima proyek.
Jika benar proyek tersebut bantuan dari pusat, mengapa tidak ada dokumentasi resmi di sekolah. Mengapa tidak ada transparansi kepada publik dan warga sekolah.
Sikap bungkam dan ketidaktahuan pihak sekolah ini justru menambah indikasi kuat bahwa proyek ini berpotensi melanggar prinsip-prinsip keterbukaan informasi dan akuntabilitas publik.
Merujuk pada regulasi yang berlaku, proyek pembangunan di lingkungan instansi pemerintah, termasuk satuan pendidikan, wajib mengikuti prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas sebagaimana diatur dalam.
√ Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang mewajibkan setiap badan publik memberikan informasi secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat.
√ Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, yang mengatur bahwa setiap kegiatan fisik harus mencantumkan papan nama proyek sebagai bentuk pertanggungjawaban dan transparansi.
√ Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, yang juga menekankan pentingnya partisipasi dan pengawasan publik dalam setiap kegiatan pendidikan, termasuk pengadaan dan pembangunan fisik.
Ketiadaan papan proyek serta ketidaktahuan kepala sekolah atas nilai anggaran proyek yang berlangsung di lingkungannya sendiri adalah indikasi pelanggaran serius terhadap undang-undang tersebut. Lebih jauh, jika benar proyek ini dijalankan tanpa dokumen yang sah dan tanpa pengawasan teknis dari dinas terkait, maka potensi korupsi terbuka lebar untuk oknum penjahat bekedok Dinas.
Masyarakat, khususnya penggiat antikorupsi dan LSM pendidikan, mendesak agar Inspektorat Daerah, Kejaksaan, serta Aparat Penegak Hukum segera turun tangan untuk mengaudit proyek ini dan mengusut siapa aktor di balik pembangunan misterius ini.
Jika terbukti ada unsur pelanggaran hukum, maka pihak instansi pemberi proyek (dalam hal ini Kementerian atau Dinas Transmigrasi) dan pihak sekolah sebagai penerima manfaat wajib dimintai pertanggungjawaban secara hukum.
Pendidikan seharusnya menjadi ladang pembelajaran integritas bagi generasi muda. Namun jika justru di dalam lingkungan sekolah terjadi praktik yang berpotensi manipulatif dan melanggar hukum, maka ini adalah bentuk penghianatan terhadap amanah publik dan merusak masa depan dunia pendidikan itu sendiri.@Ayu/Red.