MEMALUKAN! Anak Kades di Kalukku Diduga Jadi Makelar Proyek Fiktif, Warga Merugi Puluhan Juta
MAMUJU — WARTA POLRI | Ulah tak terpuji dilakukan oleh seorang pemuda berinisial Ariadi, yang tak lain merupakan anak dari kepala desa aktif di salah satu desa di wilayah Kecamatan Kalukku, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Bermodalkan nama besar sang ayah yang menjabat sebagai kepala desa, Ariadi diduga menjadi makelar proyek gadungan yang memperdayai warga demi keuntungan pribadi.
Kasus ini mencuat ke publik setelah seorang warga berinisial Takwin angkat bicara dan mengungkap bahwa dirinya telah menjadi korban penipuan yang diduga dilakukan oleh Ariadi. Takwin mengaku telah menyerahkan sejumlah uang kepada pelaku, dengan harapan akan mendapatkan pekerjaan proyek pengadaan di SMP Negeri 4 Kalukku, seperti yang dijanjikan oleh Ariadi.
Ironisnya, uang yang diserahkan bukan berasal dari tabungan pribadi, melainkan hasil pinjaman dari seseorang teman berinisial Emon, karena Takwin percaya akan janji manis yang diberikan Ariadi. Namun, seiring berjalannya waktu, proyek yang dijanjikan tak pernah ada, dan dana yang sudah diserahkan pun raib tanpa kejelasan.
“Saya sudah serahkan uang itu karena percaya. Tapi sampai sekarang tidak ada proyek, tidak ada kabar, malah saya yang dimaki. Padahal uang itu saya pinjam dari keluarga,” ujar Takwin dengan nada kecewa saat dikonfirmasi awak media lewat sambungan telepon.
Menurut keterangan korban, Ariadi secara meyakinkan menawarkan kesempatan untuk mengelola proyek pengadaan barang di salah satu sekolah negeri di Kalukku. Ia mengklaim memiliki akses langsung ke proyek tersebut karena ‘kedekatannya’ dengan para pemangku kepentingan, termasuk dengan menyebut-nyebut jabatan ayahnya sebagai kepala desa sebagai jaminan atas keabsahan proyek tersebut.
Namun belakangan, proyek yang dijanjikan terbukti fiktif. Setelah uang diserahkan, komunikasi dengan Ariadi mulai memburuk. Saat dimintai pertanggungjawaban, Ariadi justru bersikap kasar, arogan.
Ketika awak media mencoba mengonfirmasi kebenaran kasus ini melalui pesan WhatsApp pada Minggu dini hari, 5 Oktober 2025, Ariadi justru menunjukkan sikap yang tidak mencerminkan etika sebagai anak pejabat publik. Bukannya memberikan klarifikasi, Ariadi malah membalas dengan kata-kata kasar, bernada premanisme, dan menunjukkan ketidaksopanan yang sangat disayangkan.
Respons ini semakin menguatkan dugaan bahwa pelaku tidak hanya melakukan penipuan, namun juga menggunakan kekuasaan dan nama besar keluarganya untuk menghindari jerat hukum serta tanggung jawab sosial.
Masyarakat menilai bahwa tindakan Ariadi bukanlah sekadar urusan pribadi, namun juga berdampak buruk terhadap citra dan kepercayaan publik terhadap institusi pemerintahan desa. Dengan mencatut nama ayahnya yang menjabat sebagai kepala desa, Ariadi seolah memanfaatkan jabatan sang ayah untuk membangun kepercayaan palsu di tengah masyarakat.
Beberapa warga yang enggan disebutkan namanya juga menyatakan kekhawatirannya bahwa bisa jadi bukan hanya Takwin yang menjadi korban. Mereka mendesak agar pihak kepolisian segera melakukan penyelidikan mendalam untuk mengungkap apakah ada korban lain dalam skema serupa.
Jika dugaan tersebut benar, maka Ariadi dapat dijerat dengan beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang lainnya, antara lain sebagai berikut.
1. Pasal 378 KUHP tentang Penipuan, yang berbunyi.
° Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, atau rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan suatu barang, memberi hutang atau menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
2. Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan, jika terbukti bahwa uang yang diberikan korban disalahgunakan bukan untuk tujuan sebagaimana dijanjikan.
3. Pasal 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, jika uang hasil kejahatan tersebut digunakan untuk membeli aset atau disembunyikan melalui transaksi tertentu.
4. Pasal 310 dan 311 KUHP, jika ditemukan unsur pencemaran nama baik dan intimidasi terhadap korban atau awak media.
Kasus ini menimbulkan gelombang kekecewaan besar dari masyarakat Kalukku. Warga mendesak agar kepala desa sebagai orang tua Ariadi tidak menutup-nutupi kasus ini, dan menunjukkan sikap netral demi tegaknya keadilan.
“Kalau benar dia bersalah, harus diproses hukum. Jangan karena anak pejabat, lalu dibiarkan bebas begitu saja,” ujar salah satu tokoh masyarakat Kalukku.
Lebih jauh, masyarakat berharap agar kejadian seperti ini tidak menjadi preseden buruk di kemudian hari, di mana anak pejabat menggunakan kekuasaan orang tuanya untuk menipu, memeras, atau memperdaya masyarakat.
Kasus ini menjadi peringatan keras bahwa penyalahgunaan nama baik dan jabatan harus segera dihentikan. Aparat penegak hukum diharapkan segera mengambil langkah konkret untuk mengusut tuntas kasus ini. Jika benar terbukti melakukan penipuan, maka pelaku wajib dihukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, tanpa pandang bulu.
Perilaku Ariadi bukan hanya mencoreng nama baik keluarganya, tetapi juga mencederai kepercayaan masyarakat terhadap institusi desa, dan menjadi tamparan keras bagi para pejabat yang lalai dalam mendidik serta mengawasi keluarganya sendiri.
Kasus ini harus menjadi momentum refleksi agar tidak ada lagi korban berikutnya, dan menjadi pelajaran bagi siapa saja yang mencoba menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi.@Ayu/Red.