Bobroknya Pengelolaan Dana Desa di Salu Kadi, Kepala Desa Diduga Gunakan ADD Sesuka Hati, Warga Desak APH Usut Tuntas dan Penjarakan
MAMASA — WARTA POLRI | Penyimpangan dalam pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa Salu Kadi, Kecamatan Bambang, Kabupaten Mamasa, kian menyengat. Dugaan praktik korupsi yang dilakukan oleh Kepala Desa Salu Kadi kini menjadi pembicaraan hangat di tengah masyarakat, setelah sejumlah warga secara resmi melaporkannya ke Lembaga Pengawal Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (LPKPK).
Dalam laporan yang diterima tim media dan LSM, Kepala Desa Salu Kadi diduga kuat membelanjakan dana desa secara sepihak, tanpa melibatkan Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) maupun bendahara desa. Hal ini tidak hanya menyalahi prosedur penggunaan keuangan negara, tapi juga telah menciptakan keresahan dan kekecewaan mendalam di kalangan warga desa.
“Kami sudah cukup bersabar, tapi kepala desa tetap tidak mau transparan. Selalu janji-janji tapi tak pernah dipenuhi. Kami bersama BPD sudah berkali-kali meminta laporan anggaran dibuka ke publik, tapi tidak digubris,” ujar Amos (60), salah satu tokoh masyarakat Desa Salu Kadi, saat diwawancarai tim media beberapa pekan lalu.
Puncaknya terjadi pada November 2025, ketika masyarakat bersama Ketua BPD mendatangi kantor desa guna meminta keterbukaan data pengelolaan keuangan sejak sang kepala desa menjabat. Namun, janji kepala desa untuk menyampaikan laporan keuangan desa hanya berakhir sebagai omong kosong.
“Kami datang baik-baik meminta kejelasan. Kami ingin tahu bagaimana ADD dikelola, untuk apa saja, berapa besar anggarannya. Tapi tidak pernah ada laporan disampaikan. Ini bukan milik pribadi, ini uang negara untuk rakyat,” tambah salah satu anggota BPD yang enggan disebutkan namanya.
Berdasarkan keterangan sejumlah warga dan hasil investigasi awal LPKPK, dugaan penyimpangan ini bukan baru terjadi tahun ini, melainkan sudah berlangsung selama beberapa tahun terakhir. Proyek-proyek desa yang semestinya melibatkan partisipasi warga dan aparatur desa lainnya, justru dikelola secara tertutup oleh kepala desa seorang diri.
Ketiadaan transparansi ini dinilai telah melanggar prinsip-prinsip tata kelola keuangan desa yang baik, serta mencederai semangat otonomi desa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Desa.
Dugaan pelanggaran ini tidak bisa dianggap enteng, karena berpotensi menabrak sejumlah regulasi dan undang-undang berikut.
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
° Pasal 26 Ayat (4) huruf c dan d. Kepala Desa wajib melaksanakan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan desa.
2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
° Pasal 3.
Pengelolaan keuangan desa harus dilakukan secara transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.
3. UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
° Pasal 3.
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, diancam pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun.
4. UU Keterbukaan Informasi Publik (UU No. 14 Tahun 2008).
° Pemerintah desa wajib menyediakan dan mengumumkan informasi publik secara terbuka, termasuk laporan keuangan desa.
Sejumlah warga dan tokoh masyarakat kini secara tegas meminta Aparat Penegak Hukum (APH) termasuk Inspektorat, Kejaksaan, hingga Kepolisian untuk segera turun tangan mengusut tuntas dugaan penyimpangan tersebut.
“Kalau tidak ada tindakan hukum, kami khawatir praktik seperti ini akan terus berlanjut. Dana desa itu hak kami semua, bukan milik pribadi kepala desa. Kami minta proses hukum ditegakkan, dan jika terbukti bersalah, kepala desa harus diberhentikan!” tegas perwakilan warga saat aksi penyampaian aspirasi di depan kantor kecamatan.
Kasus ini bukan hanya soal pelanggaran administratif atau ketidakterbukaan. Lebih dari itu, ini adalah pengkhianatan terhadap amanah rakyat dan bentuk nyata dari penyalahgunaan jabatan. Sorotan publik kini mengarah pada bagaimana pemerintah daerah dan APH merespons kasus ini, agar menjadi efek jera bagi kepala desa lain yang mungkin melakukan hal serupa.
Warga Desa Salu Kadi telah bersuara lantang. Mereka tak lagi diam menghadapi pengelolaan dana desa yang diduga sarat penyimpangan. Kini saatnya penegak hukum menunjukkan keberpihakan pada keadilan dan transparansi. ADD bukan milik kepala desa itu milik rakyat.@Ayu/Red.