Pernyataan Pandji Pragiwaksono Soal Adat Toraja Picu Gelombang Kecaman, Budaya Kami Bukan Bahan Lelucon
TORAJA — WARTA POLRI | Komika nasional Pandji Pragiwaksono tengah menjadi sorotan tajam publik, khususnya dari masyarakat Toraja, setelah beredarnya potongan video berdurasi 1 menit 40 detik yang menampilkan dirinya melontarkan pernyataan yang dianggap menyinggung adat dan budaya Toraja. Senin,3/11/2025.
Dalam video yang kini viral di berbagai platform media sosial seperti X (Twitter), Instagram, dan TikTok tersebut, Pandji terlihat mengatakan bahwa banyak masyarakat Toraja jatuh miskin karena adat, bahkan menyebut jika warga tidak memiliki uang untuk memakamkan anggota keluarganya, jenazah bisa saja dibiarkan di ruang tamu atau di depan televisi.
Pandji juga melontarkan candaan bahwa apabila ada tamu datang ke rumah tersebut, mereka akan “takut dan bingung.” Ucapan inilah yang kemudian memicu gelombang kemarahan dan kecaman dari masyarakat Toraja, yang menilai pernyataan itu bukan hanya tidak berdasar, tetapi juga melecehkan nilai-nilai adat dan kemanusiaan yang selama ini dijunjung tinggi oleh masyarakat setempat.
Salah satu tokoh muda asal Kecamatan Masanda, Arkelaus Amba Madika, mengecam keras pernyataan sang komika. Ia menilai bahwa Pandji telah menjadikan adat Toraja sebagai bahan lawakan tanpa memahami substansi dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
“Pandji telah menjadikan adat Toraja sebagai bahan lawak, itu sangat fatal. Sebab tidak ada orang Toraja yang menjadi miskin karena menghargai leluhurnya lewat adat,” ujar Arkelaus dengan nada tegas.
Arkelaus juga menegaskan bahwa tidak pernah ada kasus di mana jenazah keluarga dibiarkan di ruang tamu karena tidak mampu melaksanakan upacara adat Rambu Solo’, sebagaimana yang disinggung Pandji dalam videonya.
“Saya belum pernah melihat ataupun mendengar ada orang Toraja yang membiarkan jenazah keluarganya di ruang tamu karena tidak mampu. Jadi saya ingatkan, siapapun jangan coba-coba menyinggung adat atau kebiasaan suatu suku tanpa tahu persis kebenarannya,” tambah Arkelaus, yang juga menjabat sebagai Sekretaris DPK KNPI Kecamatan Masanda.
Kecaman juga datang dari Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi, yang merupakan tokoh adat asal Toraja. Ia menyampaikan rasa kecewa mendalam atas pernyataan Pandji yang dianggap menggambarkan masyarakat Toraja secara keliru dan merendahkan budaya mereka di hadapan publik.
“Coba kita sebagai masyarakat Toraja pikirkan bagaimana menyikapi video tersebut. Silakan masyarakat menulis opini sendiri. Saya juga ingin sekali dipertemukan dengan orang tersebut, apakah benar dia berbicara begitu, dan jika benar, apa maksudnya,” tutur Rukka dengan nada menahan emosi.
Menurut Rukka, pernyataan Pandji mencerminkan ketidaktahuan terhadap konteks budaya Toraja yang sangat kompleks, terutama dalam pelaksanaan upacara adat seperti Rambu Solo’. Upacara ini, kata Rukka, bukan sekadar kegiatan ekonomi, tetapi manifestasi penghormatan kepada leluhur serta ekspresi spiritualitas yang diwariskan turun-temurun.
Potongan video tersebut telah memicu ribuan komentar dari masyarakat Toraja, pemerhati budaya Nusantara, dan warganet pada umumnya. Sebagian besar mengecam keras ucapan Pandji dan menuntut agar ia segera memberikan klarifikasi serta permintaan maaf secara terbuka.
Sejumlah publik figur dan aktivis budaya juga turut menyuarakan keprihatinan mereka, menilai bahwa budaya dan adat istiadat tidak seharusnya dijadikan bahan lelucon, apalagi tanpa pemahaman yang benar. Mereka menekankan bahwa masyarakat adat berjuang keras mempertahankan identitas dan warisan leluhur mereka di tengah arus globalisasi yang kian mengikis nilai-nilai lokal.
Masyarakat Toraja kini berharap agar Pandji Pragiwaksono segera memberikan penjelasan dan permintaan maaf secara terbuka atas pernyataannya yang menyinggung perasaan mereka.
“Kami tidak anti kritik, tapi jangan asal bicara soal budaya kami. Adat Toraja bukan bahan lelucon,” pungkas Arkelaus.
Peristiwa ini menjadi pengingat penting bahwa adat dan budaya adalah bagian dari jati diri bangsa, bukan sekadar bahan hiburan. Dalam masyarakat yang majemuk seperti Indonesia, menghormati perbedaan dan memahami nilai-nilai lokal merupakan bentuk nyata dari sikap beradab, beretika, dan berkepribadian nasional.@Ayu/Red.

