Bukan Lagi ‘Oknum’ Kakorlantas Tegaskan Pelanggaran Lalu Lintas oleh Anggota Adalah Tanggung Jawab Institusi
JAKARTA – WARTA POLRI | Dugaan praktik nakal oleh sejumlah anggota lalu lintas kembali menjadi sorotan tajam publik. Tidak sedikit pengendara, baik roda dua maupun roda empat, mengeluhkan adanya perilaku aparat lalu lintas yang terkesan sengaja mencari-cari kesalahan demi mendapatkan keuntungan pribadi. Bahkan, beredar laporan bahwa beberapa anggota polisi lalu lintas secara aktif berkeliling kota, seolah berburu sasaran, hanya demi menjadikan pelanggar sebagai “ladang bisnis”.
Fenomena ini dinilai mencoreng wajah institusi Polri, yang sejatinya hadir untuk melindungi dan mengayomi masyarakat. Publik pun mendesak adanya tindakan tegas dan perubahan menyeluruh dalam tubuh Korps Lalu Lintas (Korlantas). Minggu,5/6/2025.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri, Irjen Pol Agus Suryonugroho, secara tegas menyampaikan bahwa tidak ada lagi istilah “oknum” untuk menutupi perilaku menyimpang anggota. Dalam pernyataannya yang disampaikan pada Minggu,1/6/2025 kemarin, Irjen Agus menekankan bahwa segala bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh personel di lapangan adalah tanggung jawab penuh institusi.
“Pelanggaran yang dilakukan anggota adalah tanggung jawab institusi. Jangan tutupi dengan istilah ‘oknum’. Penindakan harus transparan dan tegas. Kita harus bersih dari dalam,” tegas Agus.
Pernyataan keras ini menunjukkan komitmen kuat dari pimpinan tertinggi Korlantas untuk melakukan pembenahan serius dan menyeluruh. Agus menegaskan bahwa tugas utama Polri bukanlah mencari keuntungan dari masyarakat, melainkan memberikan perlindungan, pelayanan, dan pengayoman secara adil serta manusiawi.
“Tugas utama polisi adalah melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. Untuk itu, layani masyarakat dengan tulus dan ikhlas. Wujudkannya secara nyata melalui percepatan transformasi layanan publik berbasis teknologi yang cepat, transparan, dan bebas pungli,” lanjutnya.
Lebih lanjut, ia meminta seluruh jajarannya untuk menjadikan teknologi sebagai bagian dari reformasi pelayanan lalu lintas, termasuk dalam penerapan tilang elektronik (ETLE) yang dinilai lebih objektif dan minim interaksi langsung antara petugas dan pelanggar.
Kritik publik terhadap praktik-praktik tak terpuji dari anggota di lapangan memang bukan hal baru. Beberapa pengendara bahkan mengaku sering kali merasa “dijebak” oleh petugas yang tiba-tiba muncul dan langsung menuding adanya pelanggaran tanpa kejelasan. Tak jarang pula, menurut pengakuan masyarakat, terdapat petugas yang menawarkan penyelesaian “di tempat” alih-alih mengikuti prosedur hukum yang berlaku.
Pernyataan Kakorlantas ini menjadi angin segar bagi masyarakat yang selama ini mendambakan penegakan hukum lalu lintas yang adil, bersih, dan berintegritas. Namun demikian, tantangan ke depan tidaklah ringan. Diperlukan langkah konkret, pengawasan ketat, serta sanksi tegas terhadap setiap pelanggaran yang terbukti dilakukan oleh anggota.
Jika Polri benar-benar serius ingin menghapus budaya “oknum” dan membangun kembali kepercayaan masyarakat, maka keteladanan dari pucuk pimpinan serta transparansi dalam setiap proses penindakan akan menjadi kunci utama.
Kini masyarakat menanti, apakah pernyataan keras dari Kakorlantas ini akan benar-benar diikuti dengan aksi nyata, atau hanya menjadi sekadar retorika di tengah semakin pudarnya kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di jalan raya.@Red.