Diduga Serobot Tanah Warga, Rasid dan Aris Nekat Kuasai Lahan Milik Guru Umar di Sidrap, Langgar Hukum dan Abaikan Putusan Pengadilan yang Belum Inkrah
SIDRAP — WARTA POLRI | Aroma ketidakadilan kembali tercium di Dusun 2 Pabbaresseng, Desa Mattirotasi, Kecamatan Watang Pulu, Kabupaten Sidenreng Rappang. Dugaan penyerobotan lahan seluas lebih dari satu hektar milik Umar, S.Pd, seorang guru dan warga yang telah lama mengelola tanah tersebut, menyeruak ke permukaan setelah Rasid dan Aris, dua warga setempat, secara sepihak mengklaim lahan tersebut sebagai milik keluarga mereka. Sabtu,25/10/2025.
Padahal, sejak tahun 2019, lahan tersebut dipinjamkan Umar kepada Rasid untuk dijadikan lahan kebun sementara. Hubungan keduanya semula berjalan baik hingga dua tahun kemudian, tepatnya pada 2021, tiba-tiba muncul Aris, yang tak lain adalah adik ipar Rasid, dan mengaku bahwa tanah tersebut adalah warisan keluarganya.
Sejumlah masyarakat Dusun 2 Pabbaresseng dengan tegas membenarkan bahwa lahan tersebut memang sudah lama dikuasai oleh Umar, bahkan telah ditanami jambu mente dan diurus sejak bertahun-tahun lalu.
Kepala Dusun 2 Pabbaresseng yang turut hadir sebagai saksi dalam pertemuan resmi di Kantor Desa Mattirotasi, juga menegaskan bahwa tanah tersebut milik Umar, bukan milik keluarga Rasid maupun Aris.
Namun yang mencengangkan, dalam pertemuan itu Aris malah membawa selembar surat keputusan yang disebut sebagai dasar klaimnya, padahal keputusan tersebut belum inkrah (berkekuatan hukum tetap).
Menurut Herwandy Baharuddin, S.H., M.H., pengacara Umar, tindakan Aris dan Rasid jelas melanggar hukum.
“Surat yang mereka bawa bukan keputusan pengadilan yang inkrah. Itu sama saja tidak sah digunakan untuk mengambil atau menguasai tanah orang lain,” tegas Herwandy.
Hal senada juga disampaikan Andi Masdulhak, S.H., Konsultan Hukum Media Nasional 01, yang menilai bahwa putusan yang dibawa Aris statusnya N.O. (Niet Ontvankelijk Verklaard), alias tidak dapat diterima secara hukum.
“Kalau putusan itu N.O., maka secara yuridis belum ada penetapan kepemilikan yang sah. Siapa pun yang menggunakan dasar itu untuk mengambil alih tanah orang lain bisa dijerat pidana,” ungkapnya.
Tindakan Rasid dan Aris tersebut diduga telah melanggar Pasal 385 KUHP, yang berbunyi.
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menjual, menukar, atau menggadaikan tanah milik orang lain yang belum menjadi miliknya secara sah, diancam pidana penjara paling lama empat tahun.
Selain itu, tindakan mereka juga berpotensi melanggar Pasal 167 ayat (1) KUHP, tentang memasuki pekarangan orang lain tanpa izin yang sah, serta Pasal 1365 KUH Perdata tentang perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad).
Dengan demikian, dugaan penyerobotan ini bukan sekadar konflik perdata, tetapi juga mengandung unsur pidana karena adanya niat untuk menguasai lahan secara tidak sah dan mengabaikan prosedur hukum yang berlaku.
Merasa dirugikan dan menunggu keadilan, Timang, istri Umar, akhirnya memasang papan pengumuman di lahan tersebut berdasarkan surat Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang sah atas nama keluarganya. Langkah ini ditempuh untuk melindungi hak hukum mereka sambil menunggu keputusan inkrah dari Pengadilan Negeri Sidrap.
“Ini bukan soal tanah semata, tapi soal martabat dan keadilan. Kami hanya ingin hak kami dihormati,” ujar Timang dengan nada tegas.
Masyarakat Dusun Pabbaresseng berharap agar pihak kepolisian dan aparat penegak hukum segera turun tangan menindak tegas pelaku penyerobotan tanah tersebut. Mereka juga mendesak pemerintah desa dan kecamatan untuk tidak membiarkan tindakan semena-mena yang dapat memicu konflik sosial di wilayah mereka.
“Kalau dibiarkan, ini bisa jadi preseden buruk. Hari ini Umar, besok bisa siapa saja,” ujar seorang tokoh masyarakat setempat yang enggan disebut namanya.
Kasus ini menjadi cermin bahwa masih banyak warga kecil yang menjadi korban permainan orang-orang yang nekat mengakali hukum. Dengan fakta dan bukti yang kuat, masyarakat menantikan langkah nyata dari aparat penegak hukum agar keadilan tidak hanya menjadi slogan di atas kertas, melainkan benar-benar ditegakkan di bumi Pabbaresseng.@Ayu/Red.

