PARAH! Biaya Mutasi Bengkak di Samsat Mamasa, Warga Teriak Ketidakadilan, LP-KPK Desak Polisi Bongkar Dugaan Pungli
MAMASA — WARTA POLRI | Aroma ketidakberesan kembali menyeruak di lingkungan pelayanan publik. Kali ini, giliran Kantor Samsat Mamasa, Sulawesi Barat, menjadi sorotan tajam masyarakat setelah muncul dugaan pungutan liar (pungli) dalam proses mutasi kendaraan bermotor roda dua milik warga setempat. Rabu,28/10/2025.
Kasus bermula ketika Ariel, warga Kabupaten Mamasa, mengurus mutasi kendaraan roda dua miliknya pada Senin,27/10/2025 kemarin sekira pukul 14.57 WITA di Kantor Samsat Mamasa. Namun, proses tersebut justru tertunda karena kendala biaya pengiriman berkas ke Samsat Polda Sulawesi Barat (Sulbar).
Menurut keterangan Ariel, biaya resmi mutasi kendaraan seharusnya hanya sekitar Rp 600.000, sesuai dengan ketentuan PP Nomor 76 Tahun 2020 tentang Jenis dan Tarif PNBP di lingkungan Polri. Ironisnya, petugas di Samsat Mamasa meminta total pembayaran sebesar Rp 2.200.000 (dua juta dua ratus ribu rupiah) dengan dalih pengiriman berkas dilakukan “secara pribadi” di luar jalur resmi.
“Katanya kalau tidak mau pakai jasa mereka, silakan bawa sendiri berkasnya ke Samsat Polda Sulbar,” ujar Ariel dengan nada kecewa saat ditemui di halaman kantor Samsat Mamasa.
Praktik semacam ini memunculkan tanda tanya besar: apakah pelayanan publik kini telah bergeser menjadi lahan bisnis pribadi.
Menanggapi keluhan masyarakat tersebut, Ketua Lembaga Pengawal Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (LP-KPK) Kabupaten Mamasa, Herman Welly, dengan tegas mengecam dugaan pungutan di luar ketentuan resmi itu.
“Jika biaya resmi hanya sekitar enam ratus ribu rupiah, penambahan hingga dua juta dua ratus ribu jelas tidak sah dan perlu dipertanyakan. Pelayanan publik tidak boleh dijadikan ajang keuntungan pribadi,” tegas Herman Welly.
Ia menilai, praktik seperti ini merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik yang dijamin oleh undang-undang.
LP-KPK Mamasa bahkan berencana meminta klarifikasi resmi dari Samsat Mamasa dan Polda Sulbar, serta mendesak agar dilakukan audit menyeluruh terhadap sistem biaya mutasi kendaraan di seluruh wilayah Sulawesi Barat.
Lebih lanjut, LP-KPK Mamasa menyerukan agar Polri dan Pemerintah Provinsi Sulbar segera memperbaiki sistem pelayanan Samsat dengan memanfaatkan teknologi digital secara maksimal.
“Sekarang era digital. Mestinya semua layanan bisa dilakukan secara daring atau antarinstansi, tanpa harus pakai jasa pribadi. Teknologi informasi harus dimanfaatkan untuk pelayanan prima bagi masyarakat,” tambah Herman.
Menurutnya, digitalisasi penuh tidak hanya mempercepat layanan, tetapi juga menutup celah pungutan tidak resmi yang selama ini kerap membebani masyarakat.
Berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, seluruh proses mutasi kendaraan bermotor sudah memiliki aturan dan biaya resmi yang transparan, di antaranya.
1. UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Pasal 64 & 66). Pemilik kendaraan wajib melaporkan perubahan data kepemilikan atau alamat, dan mutasi kendaraan harus dicatat ulang oleh Polri.
2. Perkap Nomor 7 Tahun 2021 Pasal 45. Menjelaskan bahwa mutasi keluar dilakukan oleh Polda asal, sedangkan mutasi masuk oleh Polda tujuan.
3. PP Nomor 76 Tahun 2020 tentang Jenis dan Tarif PNBP di lingkungan Polri Biaya penerbitan STNK, BPKB, dan pengesahan mutasi telah diatur tanpa adanya biaya tambahan untuk pengiriman berkas.
Dengan demikian, pembebanan biaya tambahan hingga jutaan rupiah tidak memiliki dasar hukum yang sah.
Menutup pernyataannya, Ketua LP-KPK Mamasa menegaskan komitmennya untuk mengawal kasus ini hingga tuntas.
“Kami tidak akan tinggal diam. LP-KPK Mamasa akan terus mengawasi agar masyarakat tidak lagi terbebani pungutan di luar aturan, dan pelayanan publik benar-benar berjalan sesuai hukum,” tandas Herman Welly.
Ia berharap aparat penegak hukum bergerak cepat menindaklanjuti dugaan praktik pungli tersebut, demi memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga pelayanan negara.
Masyarakat kini menunggu langkah konkret dari pihak Polri dan Pemerintah Provinsi Sulbar. Jika dibiarkan, praktik pungutan liar ini bukan hanya merugikan warga, tetapi juga mencoreng citra pelayanan publik di daerah. Pelayanan publik seharusnya menjadi wujud kehadiran negara yang memudahkan, bukan mempersulit rakyatnya.@Ayu/Red.

