PETI Merajalela di Pasaman Barat, APH Cuek! Setoran Bulanan Bisu’kan Hukum, Kapolda Sumbar Mandul
PASAMAN BARAT – WARTA POLRI | Aktivitas tambang emas tanpa izin (PETI) di wilayah Pasaman Barat, Sumatera Barat, kini makin brutal dan terang-terangan. Bukannya diberantas, praktik ilegal ini justru seperti dilindungi. Para penambang ilegal beroperasi siang malam tanpa rasa takut akan penindakan hukum. Ironisnya, aparat penegak hukum (APH) dan instansi pemerintah seolah menjadi penonton bisu, berpura-pura tidak tahu meski aktivitas merusak itu berlangsung di depan mata. Kamis,5/6/2025.
Berdasarkan hasil investigasi di lapangan, aktivitas PETI tak hanya berlangsung di lokasi-lokasi terpencil, tapi juga kian dekat dengan pemukiman warga dan kawasan lindung. Puluhan alat berat beroperasi tanpa henti, menggali isi perut bumi, merusak ekosistem, mencemari sungai, dan mengancam kehidupan masyarakat lokal. Namun tidak ada tindakan nyata dari pihak lingkungan hidup.
Informasi dari berbagai sumber menyebutkan bahwa para pegiat PETI telah “mengamankan” diri dengan menyetor uang bulanan kepada oknum tertentu di jajaran APH dan pemerintah daerah. Setoran ini diduga sebagai ‘uang tutup mulut’ agar praktik mereka tetap bisa berjalan aman tanpa gangguan.
“Kami sudah lama tahu, mereka bayar ke oknum. Kalau tidak, mana mungkin bisa kerja bebas begitu. Alat berat itu datang bukan sembunyi-sembunyi lagi,”ujar uda Ajo.
Kepolisian Resor (Polres) Pasaman Barat dinilai tak berdaya dan mandul, sehingga sengaja membiarkan aktivitas tersebut. Sementara Dinas Lingkungan Hidup dan instansi terkait lainnya juga tak menunjukkan reaksi berarti. Seolah ada konspirasi diam di balik praktik ilegal ini.
Pertanyaan besar pun muncul di mana peran Kapolda Sumbar? Mengapa pembiaran ini terus terjadi seolah tanpa hambatan? Dugaan publik makin kuat bahwa ada perlindungan terstruktur bagi para mafia PETI, yang membuat hukum seolah hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
Hingga kini, belum ada tindakan tegas dari Kapolda Sumbar, meskipun kerusakan lingkungan dan pelanggaran hukum sudah sangat masif. Masyarakat menilai bahwa ketidaktegasan ini justru menjadi bentuk pembiaran yang mengkhianati keadilan.
Aktivitas PETI ini bukan hanya persoalan lingkungan, tapi juga bentuk kejahatan ekonomi yang merugikan negara. Pemasukan dari tambang emas ilegal tidak masuk kas negara, melainkan mengalir ke kantong pribadi. Lebih parah lagi, sejumlah nama yang disebut sebagai ‘bos PETI’ bahkan kerap muncul di tengah masyarakat dengan gaya hidup mewah dan pengawalan ketat, seolah tidak bisa disentuh hukum.
“Mereka itu bukan sekadar penambang, mereka mafia. Ada backing kuat, jadi siapa pun yang coba ganggu bisa celaka,”kata narasumber lainnya.
Lembaga-lembaga lingkungan, aktivis, dan elemen masyarakat sipil mendesak agar Mabes Polri dan KPK turun langsung untuk membongkar dugaan keterlibatan oknum-oknum APH dalam jaringan PETI ini. Tidak cukup hanya sekadar razia sesaat, melainkan harus ada tindakan hukum tegas, menyeluruh, dan berkelanjutan.
Sudah terlalu lama masyarakat Pasaman Barat menjadi saksi kehancuran lingkungan dan ketidakadilan hukum. Negara harus hadir, bukan hanya untuk menonton.
Jika hukum bisa dibungkam dengan setoran bulanan, maka tamatlah sudah supremasi hukum di negeri ini. Jangan sampai Pasaman Barat menjadi simbol kegagalan negara dalam melindungi rakyat dan lingkungannya. Sudah waktunya Kapolda Sumbar dan seluruh jajaran aparat hukum menunjukkan keberpihakan kepada kebenaran, bukan kepada setoran.@Red.