SKANDAL PENANGGUHAN PENIPUAN MASSAL! Polda Sulsel Diduga Bebaskan Pelaku ‘Sobis’ Lintas Negara Usai Setor Ratusan Juta Rupiah Hukum Dipertaruhkan demi Uang
MAKASSAR – WARTA POLRI | Jagat dunia maya dan publik Sulawesi Selatan tengah diguncang skandal besar yang memalukan. Polda Sulsel diduga kuat telah membebaskan sejumlah pelaku penipuan media sosial lintas negara, yang dikenal sebagai jaringan PENIPUAN atau “Sobis”, usai menerima uang jaminan atau penangguhan hingga ratusan juta rupiah. Praktik ini bukan hanya mencederai rasa keadilan masyarakat, namun juga mengisyaratkan bahwa hukum bisa ditawar cukup bayar, kejahatan pun bisa dibebaskan. Minggu,21/9/2025.
Sedikitnya 12 orang yang sebelumnya ditangkap karena terlibat dalam penipuan digital berskala internasional, kini telah menghirup udara bebas. Dari jumlah tersebut, 10 orang dibagi ke dalam dua kelompok, masing-masing dipimpin oleh sosok berinisial HK dan SD.
Seorang narasumber yang merupakan tahanan di Polda Sulsel, dengan syarat identitasnya dirahasiakan, membongkar fakta mengejutkan di balik kebebasan para pelaku. Ia menyebutkan bahwa HK secara terang-terangan mengaku membayar Rp350 juta agar bisa keluar dari tahanan.
“Iye pak, HK dan SD itu ketua kelompoknya. Dan dia HK sendiri yang sampaikan ke saya bilang dia bayar 350 juta untuk keluar,” ungkap narasumber kepada awak media.
Lebih lanjut, narasumber menyebut bahwa SD, bersama lima anggota kelompoknya, juga sudah bebas dengan membayar lebih dari Rp600 juta secara kolektif.
“Iya sudah bebas mi juga pak, SD itu ketuanya dan terakhir dia bilang dia bayar lebih 600 juta untuk 6 orang,” tambahnya.
Bukan hanya HK dan SD, dua pelaku lainnya, berinisial U dan DS, juga diduga ikut dibebaskan usai menyetor dana penangguhan senilai Rp165 juta.
“Kalau U dan DS itu membayar 165 juta untuk berdua saja pak. dan asal mereka itu ada yang dari Sidrap, Kendari, Selayar dan Gowa,” ujar sang narasumber.
Fakta yang lebih mengejutkan diungkap HK sendiri. Saat dikonfirmasi lebih lanjut, ia mengakui bahwa beberapa orang dari kelompoknya yang ditangkap di Kabupaten Sengkang, telah dibebaskan setelah “bosnya” mengurus penangguhan langsung ke Polda.
“3 orang ka diamankan di Kabupaten Sengkang saya waktu bulan lalu (Agustus), tapi masalah penangguhan ku itu bos ku yang urus ki di Polda, karena banyak temannya,” ucap HK.
Ia juga menambahkan bahwa pelaku lain berinisial UD, yang berasal dari Sidrap, telah lebih dulu dibebaskan meskipun dirinya masih dalam masa 20 hari penahanan saat itu.
“Waktu itu saya pas 20 hari ditahan, UD sudah dibebaskan, cuma saya tidak tahu berapa dia bayar,” pungkasnya.
Para pelaku penipuan sosial bisnis lintas negara ini diduga kuat melanggar sejumlah pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
1. Pasal 378 KUHP Penipuan. Ancaman hukuman. Penjara maksimal 4 tahun.
2. Pasal 28 ayat (1) Jo. Pasal 45A ayat (1) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Larangan menyebarkan informasi palsu yang merugikan orang lain secara elektronik. Ancaman hukuman. Penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar.
3. Pasal 3, 4, dan 5 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Jika terbukti uang hasil kejahatan digunakan untuk membebaskan diri dari proses hukum. Ancaman hukuman. Penjara maksimal 20 tahun dan denda hingga Rp10 miliar.
Apabila benar terjadi penangguhan dengan imbalan uang, maka oknum aparat Polda Sulsel yang terlibat dapat dijerat dengan.
1. Pasal 12 huruf e UU No. 31 Tahun 1999 Jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pegawai negeri/petugas penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya. Ancaman hukuman. Penjara seumur hidup atau paling singkat 4 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta.
2. Pasal 421 KUHP Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat. Ancaman hukuman. Penjara maksimal 2 tahun 8 bulan.
3. Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkap No. 14 Tahun 2011). Potensi sanksi Pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) bagi anggota yang terbukti melanggar prinsip profesionalitas dan integritas.
Skandal ini menimbulkan pertanyaan besar di tengah masyarakat. apakah keadilan hanya milik mereka yang punya uang. Bagaimana mungkin pelaku kejahatan lintas negara bisa dengan mudah dibebaskan hanya dengan menyetor ratusan juta rupiah. Apakah hukum di negeri ini hanya sebuah komoditas yang bisa ditawar dan dibeli.
Publik mendesak agar Kepolisian Republik Indonesia, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera turun tangan untuk menyelidiki dugaan gratifikasi dan korupsi yang terjadi dalam institusi Polda Sulsel.
Jika benar terbukti terjadi praktik jual-beli hukum, ini bukan hanya mencoreng nama kepolisian, tetapi juga merupakan penghinaan terhadap sistem peradilan di Indonesia.
Skandal ini adalah tamparan keras bagi integritas hukum di Indonesia. Masyarakat menanti sikap tegas dari Mabes Polri dan lembaga terkait untuk mengusut tuntas dugaan ini. Jika hukum tidak bisa lagi dipercaya, maka masa depan keadilan bangsa ini benar-benar dalam bahaya.
“Negara Hukum bukan Negara Uang. Jika penjahat bisa bebas hanya karena membayar, maka semua warga negara akan menjadi korbannya.@Red.