TANGKAP PT. KHBL Diduga Beroperasi Ilegal di Mamasa, Kebal Hukum, Lari dari Kewajiban, dan Rugikan Negara
MAMASA – WARTA POLRI | Dugaan praktik kotor dan pelanggaran hukum kembali menyeruak dari jantung Kabupaten Mamasa. PT. KHBL, salah satu perusahaan yang bergerak di sektor kehutanan, disorot keras oleh LSM GERAK DPC Mamasa setelah ditemukan beroperasi tanpa izin lengkap, diduga kuat tanpa mengantongi Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) yang sah. Lebih parah lagi, perusahaan ini justru dengan bebasnya beroperasi tanpa sentuhan dari aparat penegak hukum (APH), seolah kebal terhadap aturan negara. Rabu,4/10/2025.
Menurut hasil investigasi LSM GERAK DPC Mamasa, PT. KHBL diduga tidak memiliki izin PBPH yang wajib diperoleh melalui sistem Online Single Submission Risk Based Approach (OSS-RBA). PBPH adalah izin resmi yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memanfaatkan hutan baik hasil hutan kayu maupun non-kayu secara sah dan berkelanjutan.
“Bagaimana mungkin perusahaan sebesar itu bisa terus beroperasi tanpa izin PBPH, ini tidak bisa dibiarkan. Negara telah mengatur semuanya secara jelas melalui OSS-RBA, mulai dari pengajuan, unggah dokumen, verifikasi, hingga pembayaran iuran. Tapi PT. KHBL seolah berada di atas hukum,” tegas Andi T. Wajeng, Ketua LSM GERAK DPC Mamasa.
Selain beroperasi tanpa izin, PT. KHBL juga dituding lari dari tanggung jawab dalam hal kontribusi kepada daerah. Berdasarkan Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang ditandatangani bersama tiga Kelompok Pengelolaan Hutan (KPH) sejak tahun 2008, PT. KHBL wajib memberikan 4% dari total hasil produksi sebagai kontribusi bagi Pemerintah Kabupaten Mamasa.
Namun hingga kini, kontribusi tersebut tak pernah disetorkan. LSM GERAK menyebut hal ini sebagai bentuk pengkhianatan terhadap kesepakatan dan upaya sistematis menggerogoti PAD (Pendapatan Asli Daerah).
“Rakyat kecil saja masuk rumah makan dipungut pajak 10%, masa perusahaan sekelas KHBL tidak ada kontribusi sama sekali. Kalau tidak mau bayar kewajiban, angkat kaki dari Mamasa,” sambung ATW dengan suara keras.
Dugaan praktik busuk ini semakin menguat setelah seorang mantan karyawan PT. KHBL angkat bicara. Ia mengungkapkan bahwa perusahaan secara sistematis melakukan manipulasi laporan produksi, menyembunyikan hasil produksi asli demi menghindari kewajiban pembayaran kontribusi kepada Pemda dan pusat.
“Saya tahu persis sistemnya. Ada dua laporan satu resmi yang dilaporkan ke pemerintah, satu lagi laporan sebenarnya untuk internal. Yang resmi itu hanya setengah dari jumlah produksi sebenarnya,” ungkap sumber yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Dugaan pelanggaran yang dilakukan PT. KHBL tidak main-main. Jika benar terbukti, perusahaan ini bisa dijerat dengan berbagai pasal hukum, antara lain.
1. Pelanggaran UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (Omnibus Law) Jo. PP No. 5 Tahun 2021.
° Pasal 17 ayat (1): “Setiap pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha di sektor kehutanan wajib memiliki Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat melalui OSS-RBA.
° Ancaman sanksi administratif hingga pencabutan izin usaha dan denda administratif sesuai Pasal 53 dan 54.
2. Pelanggaran UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
° Pasal 50 ayat (3) huruf h. “Setiap orang dilarang melakukan kegiatan tanpa izin di kawasan hutan.
° Pelanggaran pasal ini dapat dijerat dengan Pasal 78 ayat (7) yang mengatur sanksi pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp5 miliar.
3. Dugaan Tindak Pidana Korupsi (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001).
° Jika terbukti melakukan penggelapan dana kontribusi kepada Pemda atau manipulasi laporan untuk menghindari kewajiban, maka PT. KHBL dapat dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3, dengan ancaman hukuman penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda maksimal Rp1 miliar.
LSM GERAK secara resmi telah mengadakan audiensi dengan Pemerintah Kabupaten Mamasa, meminta agar langkah hukum segera diambil terhadap PT. KHBL. Namun sampai berita ini diturunkan, belum ada tindakan konkret dari pihak APH, baik dari Kepolisian maupun Kejaksaan.
“Kalau hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas, bagaimana rakyat mau percaya, jangan tunggu rakyat turun ke jalan. Kami beri waktu, jika tidak ada tindakan, kami akan bawa ini ke KPK dan Mabes Polri,” pungkas ATW.
Kasus PT. KHBL ini hanya satu dari sekian banyak perusahaan di sektor kehutanan yang bermain di celah hukum dan mengeruk kekayaan negara secara diam-diam. Yang menjadi pertanyaan di mana peran pemerintah dan aparat penegak hukum.
Mamasa bukan ladang garapan para mafia. Jika PT. KHBL tidak bisa menunjukkan legalitas dan kontribusinya terhadap daerah, maka tidak ada tempat untuk mereka di tanah Sulawesi Barat.@Ayu/Red.