Toraja Utara Darurat Hiv/Aids, Masuk 5 Besar Penularan Tertinggi, Diduga Dipicu Wisatawan Lakukan Seks Liar Dari Mancanegara
TORAJA UTARA — WARTA POLRI | Kabupaten Toraja Utara kini berada dalam situasi yang sangat mengkhawatirkan. Data terbaru dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan menyebutkan bahwa daerah ini masuk dalam lima besar wilayah dengan angka penularan HIV/AIDS tertinggi di Sulsel. Lonjakan kasus ini mencengangkan sekaligus memalukan, apalagi mengingat citra Toraja selama ini sebagai daerah adat, spiritual, dan destinasi wisata budaya kelas dunia. Munggu,28/9/2025.
Namun kini, wajah pariwisata Toraja ternoda. Diduga kuat, penyebaran virus mematikan ini turut dipicu oleh praktik seks bebas yang melibatkan wisatawan asing dengan warga lokal. Beberapa pihak menyebutnya sebagai “wisata seks terselubung” yang makin merajalela di balik maraknya kunjungan turis dari Eropa, Amerika, dan Asia Timur.
Menurut data Dinas Kesehatan setempat, hingga Agustus 2025, tercatat lebih dari 520 kasus HIV/AIDS aktif di Toraja Utara angka yang meningkat tajam dibanding tahun-tahun sebelumnya. Yang lebih mencengangkan, mayoritas pengidap berasal dari kalangan usia produktif (18-35 tahun), termasuk di dalamnya pelajar, mahasiswa, pekerja pariwisata, dan pemandu wisata.
Seorang pejabat Dinas Kesehatan yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa dalam beberapa kasus, para penderita mengaku pernah melakukan hubungan seksual tanpa pengaman dengan wisatawan asing. Transaksi ini kerap terjadi secara sembunyi-sembunyi, baik di hotel, penginapan, maupun rumah-rumah warga.
“Kami tidak menuduh semua wisatawan seperti itu, tapi fakta di lapangan menunjukkan adanya pola hubungan seksual komersial antara turis dan warga lokal. Ini perlu disikapi serius oleh semua pihak, tegasnya.
Laporan dari LSM lokal yang bergerak di bidang kesehatan masyarakat menyebutkan adanya praktik eksploitasi seksual terselubung dalam industri pariwisata. Beberapa “oknum” pemandu wisata bahkan diduga menjadi penghubung antara wisatawan asing dengan remaja lokal, yang dibayar untuk layanan seksual.
Praktik ini tidak hanya mencoreng nama baik Toraja Utara, tapi juga menempatkan masyarakat terutama generasi muda dalam posisi sangat rentan terhadap penyakit mematikan seperti HIV/AIDS.
“Ini bukan lagi sekadar persoalan kesehatan, ini darurat moral, darurat budaya, dan darurat sosial,” ujar aktivis LSM, Yulius Toding.
Ironisnya, masih banyak warga yang belum paham cara penularan HIV/AIDS, apalagi pentingnya penggunaan pengaman atau melakukan tes kesehatan secara berkala. Pemerintah daerah dinilai lambat merespons situasi ini.
Sosialisasi masih minim, alat kontrasepsi tidak tersedia merata, dan stigma terhadap penderita HIV/AIDS membuat banyak warga enggan memeriksakan diri atau berobat secara terbuka.
Padahal, jika tidak ditangani segera, Toraja Utara bisa menjadi episentrum baru penyebaran HIV/AIDS di Indonesia Timur.
Masyarakat sipil kini mendesak Pemerintah Kabupaten Toraja Utara, Dinas Pariwisata, serta tokoh adat dan agama untuk tidak tutup mata terhadap fenomena ini. Perlu segera dilakukan langkah konkret seperti.
√ Razia terhadap praktik prostitusi terselubung di penginapan
√ Edukasi masif ke sekolah dan komunitas masyarakat
√ Pemeriksaan HIV/AIDS gratis dan rahasia
√ Kolaborasi dengan LSM internasional untuk program pencegahan
“Budaya Toraja sangat luhur. Tapi jika tidak dijaga, nilai-nilai itu bisa rusak oleh praktik tidak bermoral yang datang dari luar. Ini alarm keras,” tegas tokoh adat setempat.
Situasi ini bukan hanya soal angka statistik. Ini soal nyawa, masa depan generasi muda, dan kehormatan daerah. Jika Toraja Utara ingin tetap menjadi destinasi wisata budaya yang bermartabat, maka seluruh komponen masyarakat harus berani bersuara dan bertindak. Jangan biarkan budaya luhur Toraja tercemar oleh gelombang ‘wisata seks’ yang menyelinap di balik pesona pariwisata. Toraja Utara harus bangkit, sebelum segalanya terlambat.@Red.