Wartawan Tidak Dapat di Jerat Undang-Undang ITE Sesuai Kesepakatan Polri Dengan Dewan Pers
JAKARTA — WARTA POLRI | Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menegaskan komitmennya dalam menjamin kebebasan pers dan melindungi kerja-kerja jurnalistik yang sah di Indonesia. Dalam sebuah pernyataan resmi, Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Wakapolri), Komjen Pol Agus Andrianto, menyampaikan bahwa jurnalis yang bekerja sesuai koridor hukum tidak dapat dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), khususnya dalam pelaksanaan tugas jurnalistik di lapangan.
Pernyataan tersebut disampaikan Komjen Agus dalam konferensi pers yang berlangsung pada Kamis, 8 Februari 2024 dini hari, sebagai bagian dari tindak lanjut kesepakatan antara Polri dan Dewan Pers. Ia menegaskan bahwa kesepakatan tersebut menjadi pedoman hukum yang mengikat bagi seluruh jajaran Polri di seluruh Indonesia dalam menangani perkara yang melibatkan insan pers.
“Jurnalis yang sah secara hukum, yakni yang berada di bawah naungan badan hukum resmi dan melakukan kegiatan jurnalistik berdasarkan fakta serta kode etik jurnalistik, tidak bisa dikenakan pidana melalui UU ITE hanya karena pemberitaan yang dibuatnya,” tegas Agus.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa kebebasan pers dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, dan bahwa upaya kriminalisasi terhadap wartawan yang sedang menjalankan tugas jurnalistik merupakan pelanggaran terhadap semangat demokrasi dan kebebasan berekspresi.
“Kesepakatan bersama antara Polri dan Dewan Pers yang telah diperbarui ini bukan hanya sekadar formalitas, tapi komitmen nyata kami untuk memperkuat kemitraan antara kepolisian dan insan pers. Seluruh personel Polri, baik di tingkat pusat maupun daerah, wajib memahami dan menghormati kesepakatan ini,” ujar Wakapolri.
Komjen Agus juga menekankan bahwa perlindungan ini berlaku untuk wartawan profesional yang bekerja di bawah perusahaan media yang memiliki badan hukum, dan bukan untuk oknum yang mengaku wartawan namun tidak menjalankan fungsi jurnalistik yang benar.
“Ini penting untuk dibedakan. Kami melindungi kebebasan pers yang bertanggung jawab. Pers yang menyampaikan informasi berdasarkan temuan fakta di lapangan dan bukan hoaks, fitnah, atau berita palsu. Namun, jika ada oknum yang menyalahgunakan profesi pers untuk kepentingan pribadi atau melanggar hukum, tentu akan tetap diproses sesuai aturan,” imbuhnya.
Kesepakatan antara Polri dan Dewan Pers ini lahir dari keprihatinan atas meningkatnya kasus pelaporan terhadap wartawan menggunakan UU ITE, yang dinilai berpotensi mengancam kebebasan pers. Oleh karena itu, dengan adanya perjanjian ini, diharapkan tidak ada lagi penyalahgunaan hukum untuk membungkam kebebasan pers.
Dewan Pers menyambut baik langkah Polri ini sebagai bentuk sinergi yang positif dalam memperkuat pilar demokrasi. Melalui mekanisme penyelesaian sengketa pers, setiap persoalan yang muncul akibat pemberitaan seharusnya diselesaikan melalui jalur etik jurnalistik, bukan jalur pidana.
Tak hanya ditujukan kepada jajaran kepolisian, Wakapolri juga mengimbau seluruh instansi pemerintah maupun non-pemerintah untuk menghormati posisi pers sebagai mitra strategis dalam pembangunan demokrasi.
“Kami tegaskan, seluruh pihak baik dari institusi pemerintahan maupun non-pemerintahan agar tidak serta-merta membawa wartawan ke ranah hukum hanya karena tidak senang dengan pemberitaan. Gunakan hak jawab dan mekanisme koreksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pers,” jelas Agus.
Dengan adanya penegasan ini, diharapkan tercipta hubungan yang lebih harmonis antara institusi kepolisian dan media, serta mendorong jurnalis untuk tetap teguh dalam menjalankan fungsinya sebagai pilar keempat demokrasi.@Red.